Teks Editorial : Perlu Bantalan Jangka Panjang untuk Pekerja

 



Perlu Bantalan Jangka Panjang untuk Pekerja

PEMERINTAH masih terus menyalurkan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang masuk ke dalam kelompok rentan sebagai bantalan atas naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). Sebanyak Rp24,17 triliun anggaran subsidi BBM dialihkan menjadi bansos untuk menjaga daya beli masyarakat. Bansos diberikan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan alokasi anggaran Rp12,4 triliun untuk 20,65 juta keluarga penerima manfaat dengan masing-masing menerima Rp150.000 per bulan selama empat bulan (September-Desember).

Selain itu, juga disalurkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) dengan alokasi anggaran Rp9,6 triliun untuk 14.639.675 pekerja dengan besaran Rp600.000 per pekerja.

Bansos juga diberikan oleh pemerintah daerah dengan alokasi anggaran sebesar Rp2,17 triliun untuk membantu sektor transportasi, seperti angkutan umum, ojek, dan nelayan kecil. Pencairan bansos dilakukan secara bertahap hingga Desember mendatang.

Khusus BSU, pada penyaluran tahap pertama pekan lalu, sebanyak 4.112.052 pekerja sudah menerima bantuan. Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) masih melakukan verifikasi data untuk tahap penyaluran bantuan berikutnya.

 Syarat pekerja atau buruh untuk menerima BSU antara lain terdaftar aktif pada peserta jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan Juli 2022. Syarat lainnya, pekerja atau buruh memperoleh gaji atau upah sebanyak Rp3,5 juta atau senilai upah minimum provinsi (UMP) di wilayahnya. Problem utama BSU ini adalah bantuan kepada pekerja atau buruh yang tidak inklusif. Artinya, hanya sebagian kecil pekerja yang mendapatkannya. Penyebabnya adalah syarat penerima manfaat hanya bagi mereka pekerja formal yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Maka tak heran jumlah yang menerima bantuan pun hanya sekitar 14,6 juta pekerja.

Jika mengacu total pekerja di Indonesia yang terdata mencapai 94 juta, jumlah penerima BSU ini hanya sebagian kecil. Belum lagi jika bicara pekerja di sektor nonformal, misalnya pengemudi ojek online, yang justru menjadi kelompok yang paling merasakan dampak dari kenaikan harga BBM.

            Ada dua bentuk kerugian yang ditimbulkan akibat penyaluran BSU yang tidak inklusif. Pertama, ada penerima manfaat yang sebenarnya tidak berhak menerima karena tidak memenuhi syarat gaji maksimal Rp3,5 juta atau senilai upah minumum provinsi atau kabupaten/kota.

Mengapa ini terjadi? Sebabnya adalah tidak semua pekerja yang terdaftar di BPJSKetenagakerjaanitu mendaftarkan upah riil. Ada perusahaan yang selama ini curang mendaftarkan para pekerjanya dengan nilai upah yang rendah agar dalam membayar iuran BPJS juga rendah. Karena gaji yang didaftarkan ke BPJS standar UMP saja, maka mereka pun mendapatkan BSU.

Kedua, kerugian pekerja akibat ulah pengusaha. Banyak pekerja yang mestinya berhak mendapat bantuan namun hanya karena dia tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan maka nama mereka tidak masuk daftar. Padahal, banyak pekerja yang tidak terdaftar BPJS bukan karena kesalahannya melainkan kelalaian atau kesengajaan perusahaan yang tidak mau mendaftarkan karyawannya karena menghindari kewajiban iuran.

Ke depan, perlu kebijakan yang lebih inklusif dalam memberikan perlindungan sosial kepada rakyat, dengan kata lain bansos sebagai bantalan harus menyasar sebanyak mungkin pekerja atau buruh. Agar bantuan bersifat inklusif, pemerintah perlu merevisi Permenaker Nomor 10 Tahun 2022 yang menjadi acuan penyaluran BSU. Jika pun kepesertaan pada jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan tetap menjadi syarat, tidak berarti yang bukan peserta tidak serta merta diabaikan negara.

Pemerintah juga perlu memikirkan nasib pekerja untuk jangka panjang. Bagaimana pun, BSU hanya bantalan sosial ekonomi bersifat jangka pendek. Padahal, dampak kenaikan BBM akan sangat panjang, bisa jadi hingga tahun mendatang. Maka, ketika ke depan dilakukan perubahan penetapan UMP, maka kebijakan pengupahan yang baru harus lebih mencerimankan kebutuhan hidup dari pekerja atau buruh.

Kebijakan pengupahan nanti harus jadi bantalan jangka panjang bagi para pekerja agar kelompok ini tidak terhempas terlalu dalam akibat naiknya harga bahan pokok dan layanan jasa sebagai dampak kenaikan BBM.

 

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Kamis, 22 September 2022 - 15:31 WIB oleh Koran SINDO dengan judul "Perlu Bantalan Jangka Panjang untuk Pekerja | Halaman 2". Untuk selengkapnya kunjungi:

https://nasional.sindonews.com/read/892181/16/perlu-bantalan-jangka-panjang-untuk-pekerja-1663834174/10


Teks 2

Obral Bebas Bersyarat Para Napi Koruptor



Lonceng kematian pemberantasan korupsi bergema sangat kencang seiring dengan bebasnya 23 napi kasus korupsi. Pemberian fasilitas dalam program pembebasan bersyarat bagi puluhan napi korupsi tersebut menunjukkan belum berpihaknya para penegak hukum pada upaya pemberantasan korupsi.

Adalah mantanJaksa di Kejaksaan Agung (Kejagung) Pinangki Sirna Malasari merupakan salah satu dari 23 napi yang kini mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Dia menghirup udara bebas setelah mendapat pembebasan bersyarat dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham. Pinanki ini cukup menarik perhatian publik karena berbagai putusan yang diterimanya terkesan tidak bisa dinalar akal sehat.

Bayangkan saja, pada putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), hakim menjatuhkan hukuman terhadap Pinangki 10 tahun penjara. Pinangki terbukti melakukan tiga perbuatan pidana, yaitu terbukti menerima suap sebesar USD500.000 dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra. Selain itu, dia juga terbukti melakukan pencucian uang senilai USD375.279 atau setara Rp5,25 miliar. Namun, hukuman tersebut disunat oleh hakim di Pengadilan Tinggi hingga tersisa 4 tahun. Dan uniknya, jaksa tidak mengajukan kasasi atas vonis rendah di Pengadilan Tinggi. Padahal kejahatan yang dilakukan Pinangki sebagai aparat hukum cukup berat. Sehingga baru sekitar 2 tahun,

Pinanki sudah bisa menghirup udara bebas. Seharusnya penegak hukum jika melakukan pelanggaran hukum hukumnya lebih berat. Tapi Pinangki tidak menerima hukuman yang setimpal dengan apa yang dilakukannya.

Selain Pinanki, para napi korupsi yang mendapatkan pembebasan bersyarat di antaranya mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mantan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar; mantan Gubernur Jambi Zumi Zola, hingga mantan Menteri Agama Suryadharma Ali. Apapun alasannya pemberian pembebasan bersyarat bagi para napi kasus korupsi sangat bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi.

Dengan hukuman yang ringan yang dijalani para napi koruptor akan berdampak serius pada masa depan pemberantasan korupsi di negara ini. Yang paling utama adalah penegakan hukum yang dilakukan tidak akan memberikan efek jera.

Artinya, orang tidak akan takut melakukan korupsi. Bahkan, mereka bisa jadi akan semakin getol dalam menggarong uang rakyat. Kedua, dengan kebijakan pembebasan bersyarat ini justru akan membuat para penegak hukum kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Pemerintah dan penegak hukum dianggap ambigu dalam menjalankan kebijakannya.

Di satu sisi, mereka sangat getol berteriak anti korupsi namun di sisi lain kebijakan yang dilakukan tidak menunjukkan hal tersebut. Padahal dukungan dan kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum sangat penting untuk bisa memerangi korupsi dari bumi Indonesia.

Kita semua tahu bahwa pembebasan bersyarat yang diberikan kepada para napi korupsi itu memang tidak melanggar aturan. Namun, di tengah kondisi negara ini yang sudah menempatkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa, sudah semestinya membuat aturan yang lebih ketat terhadap koruptor. Jangan malah membuat aturan yang ramah terhadap koruptor. Sehingga jangan heran jika korupsi akan semakin merajalela di negara ini.

Alih-alih para koruptor dijatuhi dihukum mati supaya memberikan efek jera, untuk bisa melihat koruptor dihukum berat pun akan menjadi pemandangan langka. Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut rata-rata vonis kasus korupsi sepanjang 2021 hanya 3 tahun 5 bulan penjara. Melihat rendahnya hukuman. Bagi para koruptor ini sulit rasanya kita membayangkan Indonesia akan bebas dari korupsi.

Fenomena di atas sudah seharusnya menjadi catatan penting bagi seluruh masyarakat Indonesia terutama para penegak hukum yang diberikan amanah untuk memberantas korupsi.

Pemerintah memang tidak bisa ikut campur secara langsung. Namun, pemerintah bisa menciptakan kondisi dan regulasi yang tidak mempermudah para napi korupsi bisa vepat menghirup udara bebas.

Misalnya, dengan mengeluarkan aturan tidak ada remisi atau pembebasan bersyarat bagi koruptor. Aturan ini sah-sah saja dibuat karena dampak yang diakibatkan oleh koruptor sangat dahsyat. Korupsi telah membuat negara ini sulit untuk maju.

https://nasional.sindonews.com/read/882591/16/obral-bebas-bersyarat-para-napi-koruptor-1662944942?showpage=all

Teks Berita

Bansos Pengalihan Subsidi BBM Mulai Dieksekusi Pekan Ini, Totalnya Rp 24,17 Triliun

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, tiga bantalan sosial yang disiapkan pemerintah untuk pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) akan dieksekusi mulai pekan ini. "Bapak Presiden meminta kami berdua menyampaikan bahwa seluruh bantuan-bantuan itu sudah dan akan diekseskusi minggu ini," kata Sri Mulyani seusai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/8/2022). Sri Mulyani menjelaskan, ada tiga jenis bantalan sosial yang disiapkan pemerintah untuk pengalihan subsidi BBM. Pertama, pemerintah akan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada 20,65 juta kelompok penerima manfaat dengan nilai Rp 600.000 per penerima manfaat. Baca juga: Pemerintah Siapkan Bantalan Sosial, Harga BBM Subsidi Segera Naik? Ini Jawaban Sri Mulyani BLT dengan anggaran sebesar Rp 12,4 triliun itu akan disalurkan oleh Kementerian Sosial melalui Kantor Pos di seluruh Indonesia. Bantuan kedua adalah bantuan subsidi upah sebesar Rp 600.000 untuk para pekerja dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan, dengan total anggaran sebesar Rp 9,6 triliun. "Bapak Presiden juga menginstruksikan kita untuk membantu 16 juta pekerja yang memiliki gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan dengan bantuan sebesar Rp 600.000," ujar Sri Mulyani. Baca juga: Tolak Kenaikan BBM, Sejumlah Pengemudi Ojol Padati Jalan Gerbang Pemuda untuk Demo ke DPR Ia menyebutkan, Kementerian Ketenagakerjaan tengah menyusun petunjuk teknis agar bantuan ini dapat segera dibayarkan. Ketiga, pemerintah pusat meminta pemerintah daerah mengalokasikan 2 persen dana transfer umum untuk membantu sektor transportasi, baik itu angkutan umum, ojek, maupun nelayan. Sri Mulyani menuturkan, Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri akan menerbitkan aturan untuk mengatur pemberian bantuan tersebut. "Akan dilakukan pembayaran oleh pemerintah dengan menggunakan 2 persen dari dana transfer umum, yaitu DAU (dana alokasi umum) dan DBH (dana bagi hasil) sebanyak Rp 2,17 triliun di dalam rangka membantu sektor transportasi," ujar dia.

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bansos Pengalihan Subsidi BBM Mulai Dieksekusi Pekan Ini, Totalnya Rp 24,17 Triliun", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2022/08/29/14112461/bansos-pengalihan-subsidi-bbm-mulai-dieksekusi-pekan-ini-totalnya-rp-2417.

Penulis : Ardito Ramadhan

Editor : Diamanty Meiliana

 

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:

Android: https://bit.ly/3g85pkA

iOS: https://apple.co/3hXWJ0L


Komentar