HIKAYAT BUNGA KEMUNING

 

 


HIKAYAT BUNGA KEMUNING

Dahulu kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang putri yang cantik_cantik. Sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana, tetapi ia terlalu sibuk dengan kepemimpinannya. Karena itu, ia tidak mampu untuk mendidik anak_anaknya. Istri sang raja sudah meninggal karena melahirkan anaknya yang bungsu sehingga anak sang raja diasuh oleh inang pengasuh. Putri_putri raja menjadi manja dan nakal. Mereka hanya suka bermain di danau. Mereka tak mau belajar dan juga tak mau membantu ayah mereka. Pertengkaran sering terjadi diantara mereka.

Kesepuluh putri itu dinamai dengan nama_nama warna. Putri Sulung bernama Putri Jambon. Adik_adiknya dinamai Putri Jingga, Putri Hijau, Putri Kelabu, Putri Oranye, Putri Merah Merona, dan Putri Kuning.

Baju yang mereka pakai pun berwarna sama dengan nama mereka. Dengan begitu, sang raja yang sudah tua dapat mengenali mereka dari jauh. Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Putri Kuning sedikit berbeda, tidak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya, ia selalu riang dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka bepergian dengan inang pengasuhnya daripada dengan kakak_kakaknya.

Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua putri_putrinya. "Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh_oleh apakah yang kalian inginkan ?" tanya raja.

"Aku ingin perhiasan yang mahal," kata Putri Jambon.

"Aku mau kain sutra yang berkilau_kilau," kata Putri Jingga. 9 anak raja meminta hadiah yang mahal_mahal pada ayahanda mereka. Lain halnya dengan Putri Kuning. Ia berpikir sejenak, lalu memegang lengan ayahnya.

"Ayah, aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat," katanya. Kakak_kakaknya tertawa dan mencemoohkannya.

"Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku akan kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu," kata sang raja. Tak lama kemudian, raja pun pergi.

Selama sang raja pergi, Para putri semakin nakal dan malas. Mereka sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar menuruti mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para putri yang rewel itu, pelayan tak sempat membersihkan taman istana. Putri Kuning sangat sedih melihatnya karena taman adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Putri Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu. Daun_daun kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan_dahan pohon dipangkasnya hingga rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun Purti Kuning tetap berkeras mengerjakannya.

Kakak_kakak Putri Kuning yang melihat adiknya menyapu, tertawa keras_keras. "Lihat tampaknya kita punya pelayan baru," kata seorang di antaranya.

"Hai, pelayan ! Masih ada kotoran nih !" ujar seorang yang lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak_acakan. Putri kuning diam saja dan menyapu sampah_sampah itu. Kejadian tersebut terjadi berulang_ulang sampai Putri Kuning kelelahan. Dalam hati ia bisa merasakan penderitaan para pelayan yang dipaksa mematuhi berbagai perintah kakak_kakaknya.

"Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan apa_apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja !" kata Putri Kuning dengan marah.

 

"Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau saja !" ajak Putri Nila. Mereka meninggalkan Putri Kuning seorang diri. Begitulah yang terjadi setiap hari, sampai ayah mereka pulang.

Ketika sang raja tiba di istana, kesembilan putrinya masih bermain di danau, sementara Putri Kuning sedang merangkai bunga di teras istana. Mengetahui hal itu, raja menjadi sangat sedih.

"Anakku yang rajin dan baik budi ! Ayahmu tak mampu memberi apa_apa selain kalung batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu !" kata sang raja. Raja memang sudah mencari_cari kalung batu kuning di berbagai negeri, namun benda itu tak pernah ditemukannya.

"Sudahlah Ayah, tak mengapa. Batu hijau pun cantik ! Lihat, serasi benar dengan bajuku yang berwarna kuning," kata Putri Kuning dengan lemah lembut.

"Yang penting, ayah sudah kembali. Akan kebuatkan teh hangat untuk ayah," ucapnya lagi. Ketika Putri Kuning sedang membuat teh, kakak_kakaknya berdatangan. Mereka ribut mencari hadiah dan saling memamerkannya. Tak ada yang ingat pada Putri Kuning, apalagi menanyakan hadiahnya.

Keesokan harinya, Putri Hijau melihat Putri Kuning memakai kalung barunya. "Wahai adikku, bagus benar kalungmu ! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku adalah Putri Hijau !" katanya dengan perasaan iri.

"Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu," sahut Putri Kuning. Mendengarnya, Putri Hijau menjadi marah. Ia segera mencari saudara_saudaranya dan menghasut mereka.

"Kalung itu milikku, namun ia mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarinya berbuat baik !" kata Putri Hijau. Mereka lalu sepakat untuk merampas kalung itu. Tak lama kemudian, Putri Kuning muncul. Kakak_kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tak disangka, pukulan tersebut menyebabkan Putri Kuning meninggal. (sumber: Kesusastraan Melayu Klasik dengan penyesuaian).

Komentar